Senin, 20 Mei 2013

Berpikir Kritis Dalam Keperawatanx


Berpikir Kritis
Pengertian Berpikir
Sebelum kita mengetahui apa itu pengertian berpikir kritis ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai pengertian berpikir. Berpikir adalah aktivitas yang sifatnya mencari idea tau gagasan dengan menggunakan berbagai ringkasan yang masuk akal. Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996), mengatakan berpikir adalah suatu proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan, berpikir mengunakan lambang (visual atau gambar), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang disertai proses pemecahan masalah.
Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 ). Berpikir merupakan suatu proses yang aktif dan terkoordinasi ( Chaffe, 1994 ). Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan ( Katako-Yahiro dan Saylor, 1994). Jadi yang merupakan pengertian berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi.
Teknik Berpikir
Berpikir memiliki berbagai macam teknik, antara lain; berpikir austik, berpikir realistic, berpikir kreatif dan berpikir evaluative.
1.      Berpikir Austik
Pada saat melamun seseorang menghayal dan sering berfantasi memikirkan sesuatu yang terkadang tidak sesuai dengan keadaan. Setiap orang pernah terlibat dengan cara ini, namun harus selalu terkendali. Oleh karena itu, berpikir austik sering diidentikkan dengan melamun. Misalnya, seseorang yang berhayal ingin mempunyai pesawat terbang.
2.      Berpikir Realistic
Berpikir realistic dilakukan oleh seseorang saat menyesuaikan diri dengan situasi yang nyata. Pada berpikir realistic, seseorang melihat situasi nyata yang ada, kemudian langsung menarik suatu kesimpulan, selanjutnya direalisasikan pada penaglaman nyata. Hal ini disebut berpikir realistic induktif. Misalnya, pada kondisi bangun kesiangan saat masuk kuliah pagi, seseorang akan memikirkan alternative untuk tidak bangun kesiangan. Selanjutnya, jika seseorang berpikir dengan melihat pengalaman sebelumnya, kemudian menarik suatu kesimpulan dari situasi yang ada, disebut berpikir realistis deduktif.
3.      Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif memerlukan stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang dapat memicu seseorang berkreativitas. Seseorang baru dikatakan berpikir kreatif jika ada perubahan atau menciptakan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif dilakukan berdasarkan manfaat atau tujuan yang pasti, menyelesaikan dengan baik suatu masalah, dan menghasilkan ide yang baru atau menata kembali ide lama dalam bentuk baru.
4.      Berpikir Evaluatif
Pada saat seseorang berpikir evaluative, berarti ia mempelajari dan menilai baik buruknya suatu keadaan, tepat tidaknya suatu gagasan , serta perlu tidaknya perubahan suatu gagasan. Misalnya, ketika seseorang merencanakan membeli jas baru, keuntungan dan kerugiannya, serta apakahtepat jika membeli jika kondisi tidak memungkinkan.
           
Pengertian Berpikir Kritis
Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. ( Pery & Potter,2005). Menurut Bandman dan Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Menurut Strader (1992), bepikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterprestasikannya serta mengevaluasi pandapat-pandapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif/ pandangan baru.
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi seorang profesional. Berpikir kritis akan membantu profesional dalam memenuhi kebutuhan klien. Berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah-sasaran yang membantu individu membuat penilaian berdasarkan data bukan perkiraan (Alfaro-LeFevre 1995). Berpikir kritis berdasarkan pada metode penyelidikan ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan. Berpikir kritis dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan profesional karena cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat. Menjadi pemikir kritis adalah sebuah denominator umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri. Pengetahuan didapat, dikaji dan diatur melalui berpikir. Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas-tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi-diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan, dan dukungan (Paul, 1993). Berpikir kritis mentransformasikan cara individu memandang dirinya sendiri, memahami dunia. dan membuat keputusan (Chafee 1994).
Jadi yang dimaksud dengan berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat-tidaknya ataupun layak-tidaknya suatu gagasan yang mencakup penilaian dan analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan.
Bahwa untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful thinking), bukan “asal” berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan proses berpikir yang terjadi secara “otomatis” (misal; dalam menjawab pertanyaan “siapa namamu?”). Banyak pula situasi yang memaksa seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang memang di “rencanakan” ditinjau dari sudut “apa” (what), “bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.

Tingkatan Berpikir Kritis
Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) mengidentifikasi tiga tingkatan berpikir kritis dalam keperawatan yaitu tingkat dasar, kompleks dan komitmen.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Ini adalah langkah awal dalam kemampuan perkembangan member alasan (kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Ketika perawat sebagai orang baru yang belum berpengalaman di pelayanan, berpikir kritisnya dalam melakukan asuhan keperawatan sangat terbatas. Oleh karena itu, ia harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai pendapat dari orang lain.
Pada tingkat kompleks, seseorang akan lebih mengakui banyaknya perbedaan pandangan dan persepsi. Pengalaman dapat membantu seseorang menambah kemampuannya untuk melepaskan ego atau kekuasaanya untuk menerima pendapat orang lain kemudian menganalisis dan menguji alternative secara mandiri dan sistematis. Untuk melihat bagaimana tindakan keperawatan mempunyai keuntungan bagi klien, perawat dapat mulai mencoba berbagai alternative yang ada dengan membuat rentang yang lebih luas untuk pencapaiannya. Hal ini membutuhkan lebih dari satu pemecahan masalah untuk setiap masalah yang ditemukan. Di sini perawat belajar berbagai pendekatan yang berbeda-beda untuk jenis penyakti yang sama.
Pada tingkat komitmen, perawat sudah memilih tindakan apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil identifikasi dari berbagai alternative pada tingkat kompleks. Perawat dapat mengantisipasi kebutuhan kelien untuk membuat pilihan-pilihan kritis sesudah menganalisis berbagai manfaat dari alternative yang ada. Kematangan seorang perawat akan tampak dalam memberikan pelayanan dengan baik, lebih inovatif dan lebih tepat guna bagi perawatan klien.

Model Berpikir Kritis
Kataoka -Yahiro dan Saylor telah mengembangkan suatu model tentang berpikir kritis untuk penilaian keperawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari perpikir kritis sebagai penilaian keperawatan yang relevan atau sesuai dengan masalah-masalah keperawatan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang untuk peniaian keperawatan ditingkat pelayanan, pengelolaan dan pendidikan. Ketika seorang perawat berada di pelayanan, model ini mengemukakan lima komponen berpikir kritis yang mengarahkan perawat untuk membuat rencana tindakan agar asuahan keperawatan aman dan efektif.
1.      Dasar Pengetahuan Khusus
Komponen pertama berpikir kritis adalah dasar pengetahuan khusus perawat dalam keperawatan. Dasar pengetahuan ini beragam sesuai dengan program pendidikan dasar keperawatan dari jenjang mana perawat diluluskan, pendidikan berkelanjutan tambahan, dan setiap gelar tingkat lanjut yang didapatkan perawat.
Dasar pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan alam, humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan masalah keperawatan. Informasi tersebut memberikan data yang digunakan dalam berbagai proses berpikir kritis. Penting artinya bahwa dasar pengetahuan ini mencakup pendekatan yang menguatkan kemampuan perawat untuk ber[ikir secara kritis tentang masalah keperawatan.
2.      Pengalaman
Komponen kedua dari model berpikir kritis adalah pengalaman dalam keperawatan. Kecuali perawat mempunyai kesempatan untuk berpraktik di dalam lingkungan klinik dan membuat keputusan tentang perawat klien, berpikir kritis tidak akan pernah terbentuk. Ketika perawat harus menghadapi klien, informasi tentang kesehatan dapat diketahui dari mengamati, merasakan, berbicara dengan klien, dan merefleksikan secara aktif pada pengalaman.
Pengalaman perawat dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah kesehatan.
Pengalaman adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya dan stimulus yang berasal dari beberapa sumber belajar. Menurut Rowntree pada proses belajar ada lima jenis stimulus atau rangsangan yang berasal dari sumber belajar.
a.       Interaksi manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia baik verbal maupun nonverbal.
b.      Realita (benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi benda-benda nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.
c.       Pictorial representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakli suatu objek dan peristiwa
d.      Written symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam berbagai macam media.
e.       Recorded sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu mengontrol realitas mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan terus.
3.      Kompetensi
Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum yang meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah, dan pembuatan keputusan., berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis yang meliputi alasan mengangkat diagnose dan membuat keputusan untuk perencanaan tindakan selanjutnya, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan (pengkajian sampai evaluasi).
4.      Sikap untuk Berpikir Kritis
Paul (1993) telah meringkaskan sikap-sikap yang merupakan aspek sentral dari pemikir kritis. Sikap ini adalah nili yang harus ditunjukkan keberhasilannya oleh pemikir kritis. Individu harus menunjukkan keterampilan kognitif untuk berpikir secara kritis, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa keterampilan ini digunakan secara adil dan bertanggung jawab. Berikut ini contoh sikap berpikir kritis.
1.      Tanggung gugat
Ketika individu mendekati suatu situasi yang membutuhkan berpikir kritis, adalah tugas individu tersebut untuk “mudah menjawab” apa pun keputusan yang dibuatnya. Sebagai perawat professional, perawat harus membuat keputusan dalam berespons terhadap hak, kebutuhan, dan minat klien. Perawat harus menerima tanggung gugat untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama pasien.
2.      Berpikir mandiri
Sejalan dengan seseorang menjadi dewasa dan mendapatkan pengetahuan baru, mereka belajar mempertimbangkan ide dan konsep dengan rentang yang luas dan kemudian membuat penilaian mereka sendiri. Untuk berpikir secara mandiri, seorang menantang cara tradisional dalam berpikir, dan mencari rasional serta jawaban logis untuk masalah yang ada
3.      Mengambil risiko
Dalam hal ini perawat perlu dibutuhkan niat dan kemauan mengambil risiko untuk mengenali keyakinan apa yang salah dan untuk kemudian melakukan tindakan didasarkan pada keyakinan yang didukung oleh fakta dan dan bukti yang kuat.
4.      Kerendahan hati
Penting untuk mengetahui keterbatasan diri sendiri. Pemikir kritis menerima bahwa mereka tidak mengetahui dan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Keselamatan dan kesejahteraan klien mungkin berisiko jika perawat tidak mampu mengenali ketidakmampuannya untuk mengatasi masalah praktik.
5.      Integritas
Pemikir kritis mempertanyakan dan menguji pengetahuan dan keyakinan pribadinya seteliti mereka menguji pengetahuan dan keyakinan orang lain. Integritas pribadi membangun rasa percaya dari sejawat dan bawahan. Orang yang mempunyai integritas dengan cepat berkeinginan untuk mengakui dan mengevaluasi segala ketidakkonsistenan dalam ide dan keyakinannya.
6.      Ketekunan
Pemikir kritis terus bertekad untuk menemukan solusi yang efektif untuk masalah perawatan klien. Solusi yang cepat adalah hal yang tidak dapat diterima. Perawat belajar sebanyak mungkin mengenai masalah, mencoba berbagai pendekatan untuk perawatan, dan terus mencari sumber tambahan sampai pendekatan yang tepat ditemukan.
7.      Kreativitas
Kreativitas mencakup berpikir original. Hal ini berarti menemukan solusi di luar apa yang dilakukan secara tradisional. Sering kali klien menghadapi masalah yang membutuhkan pendekatan unik.

Standar untuk Berpikir Kritis
1.    Stadard intelektual : jelas, tepat, spesifik, akurat, relevan, konsisten, dapat dipercaya, logis, mendalam luas, lengkap, bermakna, terbuka
2.    Standard professional
Kriteria etik untuk keputusan keperawatan
Kriteria untuk evaluasi
Tanggung jawab professional

Tingkat Proses Berpikir dalam Keperawatan
Model Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat berpikir kritis dalam keperawatan : tingkat dasar, kompleks, dan komitmen. Tingkat ini cenderung sejajar dengan lima tingkat kecakapan diuraikan oleh Benner (1984): pendatang, pemula lanjut, kompeten, cakap, dan ahli.
Pada tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempunyai jawaban yang benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah awaldalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan ( Kataoka-Yahiko & Saylor, 1994). Individu mempunyai keterbatasan pengalaman dalam menerapkan berpikir kritis. Di samping kecenderungan untuk diatur oleh orang lain, individu belajar menerima perbedaan  pendapat dan nilai-nilai di antarapihak yang berwenang. Dalam kasus perawat baru, berpikir kritis sambil melakukan prosedur keperawatan masih terbatas. Pendekatan tahap-demi-tahap digunakan untuk memberikan perawatan dan mungkin tidak dapat diadaptasi untuk kebutuhan klien yang unik atau yang tidak lazim.
Pada tingkat berpikir kritis yang kompleks seseorang secara kontinu mengenali keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah adalah kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu mencapai kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti alternative secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan mempunyai manfaat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai mengantisipasi alternative lebih baik dan menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk mempertimbangkan penyimpangan protokol atau peraturan standar ketika terjadi situasi klien yang kompleks.
Tingkat ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perwat memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan alternative yang diidentifikasi pada tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari alternative lainnya. Maturitas perawat tersermin dalam kerutinan selalu mencari pilihn yang terbaik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk perawatan klien.

Rabu, 20 Februari 2013

E-Health

1. Sejarah Perkembangan E-Health
Sejak tahun 1960-an hingga saat ini, banyak istilah yang telah dipakai untuk menggambarkan sistem rekam medis otomatis. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem ini berubah seiring kemajuan teknologi dan karena berkembangnya sistem otomatis dari aplikasi komputer tunggal menjadi kombinasi dari berbagai sistem jaringan yang sama.


Pada periode 1970-1980, istilah catatan medis yang terkomputerisasi digunakan untuk menggambarkan upaya otomatisasi catatan medis awal. Upaya otomatisasi awal difokuskan pada pengembangan kesiagaan, catatan administrasi pengobatan, penyedia komunikasi perintah, dan catatan. Sistem otomatis ini terutama digunakan dalam jenis sistem berikut : pendaftaran pasien, keuangan, laboratorium, radiologi, farmasi, keperawatan, dan terapi pernapasan. Selama tahun 1970-an, banyak catatan medis terkomputerisasi dikembangkan dalam aturan universitas untuk penggunaan yang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kesatuan, sehingga sistem ini tidak bisa dengan mudah diimplementasikan di fasilitas lainnya.
Sepanjang tahun 1980, pengembangan sistem otomatis lambat, tapi visi dari sistem catatan elektronik adalah untuk tujuan dari industri perawatan kesehatan. Institute of Medicine (IOM), pada tahun 1991, merilis sebuah laporan berjudul (The Record Pasien Based Record) catatan medis berbasis komputer: “Sebuah Teknologi Penting untuk Kesehatan”. Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengembangkan sistem otomatis yang akan memberikan catatan pasien secara longitudinal. Suatu catatan pasien longitudinal berisi catatan dari episode/peristiwa yang berbeda dari suatu perawatan, penyedia, dan fasilitas yang dihubungkan dengan sebuah bentuk tampilan, waktu ke waktu, dari pertemuan perawatan kesehatan pasien. IOM menyimpulkan bahwa ini dapat dicapai melalui catatan pasien berbasis komputer (CPR). CPR adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan yang lebih luas dari suatu catatan pasien yang telah ada pada 1990-an.
CPR bersifat multidisiplin dan multienterprise, dan memiliki kemampuan untuk menghubungkan informasi pasien di lokasi yang berbeda menurut pengenal pasien yang unik. Meskipun ini adalah keuntungan utama dari sistem CPR, ada juga keuntungan lain dari sistem catatan otomatis ini. CPR juga menyediakan akses untuk masalah kesehatan yang lengkap dan akurat, status, dan data pengobatan; dan berisi peringatan (misalnya, interaksi obat) dan pengingat (misalnya, pemberitahuan pembaruan resep) untuk penyedia layanan kesehatan. Menurut laporan Institute of Medicine tahun 1991, catatan elektronik harus mendukung sebagai berikut:

  • Dokter dapat mengakses informasi pasien
  • Hasil tes baru dan lama di beberapa perawatan
  • Catatan yang terkomputerisasi
  • Komputerisasi keputusan sistem pendukung untuk mencegah interaksi obat dan meningkatkan kepatuhan dengan praktik terbaik
  • Komunikasi elektronik yang aman antara penyedia dan pasien
  • Pasien dapat mengakses catatan, manajemen alat-alat penyakit, dan sumber daya informasi kesehatan
  • Komputerisasi pada proses administrasi, seperti sistem penjadwalan
  • Standar berbasis penyimpanan data elektronik
  • Pelaporan untuk keselamatan pasien dan upaya surveilans penyakit


Edisi kedua dari laporan ini dirilis pada tahun 1997, yang selanjutnya divalidasi untuk pengembangan sistem otomatis rekam medis.  Sebagai sistem otomatis dikembangkan sepanjang tahun 1990-an, perintah, transkripsi, dan fungsi pencitraan dokumen digabung dengan fungsi CPR.  Pencitraan dokumen dan pencitraan disk optik disediakan alternatif untuk mikrofilm tradisional atau sistem penyimpanan jauh karena catatan pasien dikonversi menjadi gambar elektronik dan disimpan pada server atau disk optik. Pencitraan Optical disk menggunakan teknologi laser untuk membuat gambar. Scanner digunakan untuk menangkap gambar dalam kertas catatan ke media penyimpanan elektronik.


2. E-Health di Indonesia
Indonesia harus memiliki arsitektur Electronic Health (e-health) nasional yang didukung oleh road map buatan pemangku kepentingan di industri kesehatan agar Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) bisa optimal digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
e-health merupakan suatu bentuk layanan kesehatan secara elektronis yang mempunyai tujuan untuk mendukung kegiatan kesehatan secara umum dan meningkatkan kualitas layanan. Roadmap ini harus menyangkut masalah aristektur teknologi, proses bisnis dan juga tata kelola dengan segala regulasi pendukungnya.
Arsitektur teknologi sebaiknya dikaitkan dengan teknologi yang efisien tapi tetap menjaga keamanan dan privacy pasien. Teknologi Cloud Computing bisa dijadikan sebagai tulang punggungnya. TIK dengan perkembanganya memiliki sifat interaktif bergerak dengan kecepatan tinggi sehingga memungkinkan untuk membantu manusia mengelola kesehatannya. Saat ini masih terjadi disparitas layanan kesehatan di perkotaan dan di daerah. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi akan dapat menekan kondisi tersebut dan juga menghindari membludaknya jumlah pasien ke rumah sakit besar yang mestinya hanya menangani pasien dengan tingkat kesulitan tertentu.


Pengembangan e-health perlu didasarkan pada kebutuhan pengguna akan layanan kesehatan, sehingga akan tercipta e-health yang tepat sasaran dan mampu meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. Saat ini ekosistem kesehatan terdiri dari beberapa komponen yaitu, pengguna (pasien dengan berbagai level ekonomi), pemerintah sebagai regulator dan fasiliastor, dokter, rumah sakit, apotik, industri obat dan penyelenggara maupun pendukung kesehatan lainnya. Masing-masing komponen bisa membangun dengan program TIK masing-masing. Namun demikian karena pasien itu berpindah-pindah dan perlu penanganan yang cepat, akurat dan murah, maka diperlukan suatu sistem TIK yang baik.
Saat ini banyak aplikasi telah dikembangkan, baik untuk rumah sakit apotik, puskesmas, dan lain-lainya. Namun demikian apakah masing-masing komponen telah bisa berintegrasi? Integrasi dibutuhkan mulai dari data pasien (rekam medis), tempat praktek dokter, test laboratorium hingga pemberian resep dokter secara elektronik.


3. Telemedicine
Telemedicine didefinisikan sebagai penggunaan telekomunikasi untuk menyediakan informasi medis maupun layanan medis. Aplikasi ini bisa sangat sederhana misalnya dalam bentuk 2 profesional kesehatan berdiskusi tentang suatu kasus melalui telepon atau menggunakan teleconference, atau sangat canggih menggunakan teknologi satelit untuk mengirimkan konsultasi antar provider pada fasilitas yang berbeda negara menggunakan teleconference atau teknologi robotik. Keadaan yang pertama dilakukan setiap hari oleh kebanyakan tenaga kesehatan dan yang terakhir digunakan oleh militer dan beberapa pusat kesehatan.


Tipe-Tipe Teknologi yang Digunakan
Dua jenis teknologi yang berbeda paling banyak digunakan dalam aplikasi telemedicine sekarang ini. Yang pertama dikenal dengan istilah store dan forward digunakan untuk mentransfer image digital dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Sebuah citra digital diambil menggunakan kamera digital (disimpan) dan kemudian di kirim (forward) oleh komputer ke lokasi lainnya. Hal ini biasanya dilakukan untuk kondisi yang tidak darurat, ketika sebuah diagnosis atau konsultasi dibuat dalam kurun waktu 24-48 jam dan dikirim kembali.
Gambar mungkin dikirimkan dalam 1 gedung, antar gedung dalam 1 kota atau dari beberapa lokasi ditempat yang berbeda negara. Teleradiology, pengiriman gambar X-ray, CT scan atau MRI adalah aplikasi yang paling sering digunakan dalam dunia telemedicine saat ini. Ada ratusan pusat kesehatan, klinik dan dokter pribadi yang menggunakan beberapa bentuk teleradiologi. Beberapa radiologis menginstall teknologi komputer di rumah mereka, sehinggga mereka bisa menerima gambar yang dikirim ke mereka dan melakukan diagnosis, daripada harus menempuh perjalanan ke klinik atau rumah sakit tertentu.
Telepathology adalah contoh lain dari penggunaan teknologi telemedicine. Citra pathologi dikirim dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk konsultasi diagnosis. Dermatologi juga cocok untuk pengaplikasian telemedicine (meskipun praktisi lebih banyak mencoba menggunakan teknologi interaktif untuk pengamatan kulit). Citra digital dari kondisi suatu kulit diambil dan dikirim ke dermatologist untuk diagnosis. Teknologi lain yang paling sering digunakan adalah IATV (Inter Active TV) dua arah. Teknologi ini digunakan ketika konsultasi face to face diperlukan. Pasien dan kadang-kadang provider atau seorang perawat atau koordinator telemedicine berada di satu sisi, disisi lain adalah seorang spesialis biasanya di tempat pusat kesehatan yang lebih maju. Peralatan video conference untuk dua sisi memungkinkan konsultasi ”real-time” bisa dilakukan. Teknologi ini telah mengalami banyak penurunan harga dan kompleksitas dalam waktu 5 tahun terakhir, dan banyak program sekarang menggunakan aplikasi teleconference desktop. Ada banyak konfigurasi untuk konsultasi interaktif, tapi yang paling umum adalah konfigurasi antara kota dan desa. Ini berarti pasien tidak harus menempuh perjalanan dari desa ke kota untuk menjumpai seorang spesialis, dan dibeberapa kasus seorang spesialis bisa disediakan untuk daerah-daerah yang jauh tanpa kehadiran secara fisik spesialis tadi di daerah-daerah tersebut.