Senin, 27 Mei 2013
Senin, 20 Mei 2013
Berpikir Kritis Dalam Keperawatanx
Berpikir Kritis
Pengertian
Berpikir
Sebelum
kita mengetahui apa itu pengertian berpikir kritis ada baiknya kita mengetahui
terlebih dahulu mengenai pengertian berpikir. Berpikir adalah aktivitas yang
sifatnya mencari idea tau gagasan dengan menggunakan berbagai ringkasan yang
masuk akal. Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996), mengatakan berpikir adalah
suatu proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan, berpikir mengunakan
lambang (visual atau gambar), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang
disertai proses pemecahan masalah.
Berpikir
adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan,
menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 ). Berpikir merupakan suatu
proses yang aktif dan terkoordinasi ( Chaffe, 1994 ). Dalam kaitannya dengan
keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal
tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa
yang harus diyakini dan dilakukan ( Katako-Yahiro dan Saylor, 1994). Jadi yang
merupakan pengertian berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara
berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi.
Teknik
Berpikir
Berpikir
memiliki berbagai macam teknik, antara lain; berpikir austik, berpikir
realistic, berpikir kreatif dan berpikir evaluative.
1. Berpikir
Austik
Pada saat
melamun seseorang menghayal dan sering berfantasi memikirkan sesuatu yang
terkadang tidak sesuai dengan keadaan. Setiap orang pernah terlibat dengan cara
ini, namun harus selalu terkendali. Oleh karena itu, berpikir austik sering
diidentikkan dengan melamun. Misalnya, seseorang yang berhayal ingin mempunyai
pesawat terbang.
2. Berpikir
Realistic
Berpikir
realistic dilakukan oleh seseorang saat menyesuaikan diri dengan situasi yang
nyata. Pada berpikir realistic, seseorang melihat situasi nyata yang ada,
kemudian langsung menarik suatu kesimpulan, selanjutnya direalisasikan pada
penaglaman nyata. Hal ini disebut berpikir realistic induktif. Misalnya, pada
kondisi bangun kesiangan saat masuk kuliah pagi, seseorang akan memikirkan
alternative untuk tidak bangun kesiangan. Selanjutnya, jika seseorang berpikir
dengan melihat pengalaman sebelumnya, kemudian menarik suatu kesimpulan dari
situasi yang ada, disebut berpikir realistis deduktif.
3. Berpikir
Kreatif
Berpikir
kreatif dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif
memerlukan stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang dapat memicu seseorang
berkreativitas. Seseorang baru dikatakan berpikir kreatif jika ada perubahan
atau menciptakan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif dilakukan berdasarkan
manfaat atau tujuan yang pasti, menyelesaikan dengan baik suatu masalah, dan
menghasilkan ide yang baru atau menata kembali ide lama dalam bentuk baru.
4. Berpikir
Evaluatif
Pada saat
seseorang berpikir evaluative, berarti ia mempelajari dan menilai baik buruknya
suatu keadaan, tepat tidaknya suatu gagasan , serta perlu tidaknya perubahan
suatu gagasan. Misalnya, ketika seseorang merencanakan membeli jas baru,
keuntungan dan kerugiannya, serta apakahtepat jika membeli jika kondisi tidak
memungkinkan.
Pengertian
Berpikir Kritis
Berfikir
kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian
atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan
pengalaman. ( Pery & Potter,2005). Menurut Bandman dan Bandman (1988),
berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan,
pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Menurut
Strader (1992), bepikir kritis adalah suatu proses pengujian yang
menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan
menginterprestasikannya serta mengevaluasi pandapat-pandapat tersebut untuk
mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif/ pandangan baru.
Berpikir
kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi seorang
profesional. Berpikir kritis akan membantu profesional dalam memenuhi kebutuhan
klien. Berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah-sasaran yang
membantu individu membuat penilaian berdasarkan data bukan perkiraan
(Alfaro-LeFevre 1995). Berpikir kritis berdasarkan pada metode penyelidikan
ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan. Berpikir kritis dan
proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan profesional karena cara
berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
Berpikir
kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran
rasional dan cermat. Menjadi pemikir kritis adalah sebuah denominator umum
untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan
mandiri. Pengetahuan didapat, dikaji dan diatur melalui berpikir. Keterampilan
kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas-tinggi memerlukan disiplin
intelektual, evaluasi-diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan, dan dukungan
(Paul, 1993). Berpikir kritis mentransformasikan cara individu memandang
dirinya sendiri, memahami dunia. dan membuat keputusan (Chafee 1994).
Jadi yang
dimaksud dengan berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih
kemampuan dalam mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang
tepat-tidaknya ataupun layak-tidaknya suatu gagasan yang mencakup penilaian dan
analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang
ada, kemudian merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan.
Bahwa
untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus melakukan
suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful thinking),
bukan “asal” berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan
tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan
proses berpikir yang terjadi secara “otomatis” (misal; dalam menjawab
pertanyaan “siapa namamu?”). Banyak pula situasi yang memaksa seseorang untuk
melakukan kegiatan berpikir yang memang di “rencanakan” ditinjau dari sudut
“apa” (what), “bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika
berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.
Tingkatan
Berpikir Kritis
Kataoka-Yahiro
dan Saylor (1994) mengidentifikasi tiga tingkatan berpikir kritis dalam
keperawatan yaitu tingkat dasar, kompleks dan komitmen.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Ini adalah langkah awal dalam kemampuan perkembangan member alasan (kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Ketika perawat sebagai orang baru yang belum berpengalaman di pelayanan, berpikir kritisnya dalam melakukan asuhan keperawatan sangat terbatas. Oleh karena itu, ia harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai pendapat dari orang lain.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Ini adalah langkah awal dalam kemampuan perkembangan member alasan (kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Ketika perawat sebagai orang baru yang belum berpengalaman di pelayanan, berpikir kritisnya dalam melakukan asuhan keperawatan sangat terbatas. Oleh karena itu, ia harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai pendapat dari orang lain.
Pada
tingkat kompleks, seseorang akan lebih mengakui banyaknya perbedaan pandangan
dan persepsi. Pengalaman dapat membantu seseorang menambah kemampuannya untuk
melepaskan ego atau kekuasaanya untuk menerima pendapat orang lain kemudian
menganalisis dan menguji alternative secara mandiri dan sistematis. Untuk
melihat bagaimana tindakan keperawatan mempunyai keuntungan bagi klien, perawat
dapat mulai mencoba berbagai alternative yang ada dengan membuat rentang yang
lebih luas untuk pencapaiannya. Hal ini membutuhkan lebih dari satu pemecahan
masalah untuk setiap masalah yang ditemukan. Di sini perawat belajar berbagai
pendekatan yang berbeda-beda untuk jenis penyakti yang sama.
Pada
tingkat komitmen, perawat sudah memilih tindakan apa yang akan dilakukan berdasarkan
hasil identifikasi dari berbagai alternative pada tingkat kompleks. Perawat
dapat mengantisipasi kebutuhan kelien untuk membuat pilihan-pilihan kritis
sesudah menganalisis berbagai manfaat dari alternative yang ada. Kematangan
seorang perawat akan tampak dalam memberikan pelayanan dengan baik, lebih
inovatif dan lebih tepat guna bagi perawatan klien.
Model
Berpikir Kritis
Kataoka
-Yahiro dan Saylor telah mengembangkan suatu model tentang berpikir kritis
untuk penilaian keperawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari perpikir
kritis sebagai penilaian keperawatan yang relevan atau sesuai dengan
masalah-masalah keperawatan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang
untuk peniaian keperawatan ditingkat pelayanan, pengelolaan dan pendidikan. Ketika
seorang perawat berada di pelayanan, model ini mengemukakan lima komponen
berpikir kritis yang mengarahkan perawat untuk membuat rencana tindakan agar
asuahan keperawatan aman dan efektif.
1. Dasar
Pengetahuan Khusus
Komponen
pertama berpikir kritis adalah dasar pengetahuan khusus perawat dalam
keperawatan. Dasar pengetahuan ini beragam sesuai dengan program pendidikan
dasar keperawatan dari jenjang mana perawat diluluskan, pendidikan
berkelanjutan tambahan, dan setiap gelar tingkat lanjut yang didapatkan
perawat.
Dasar
pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan alam,
humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan masalah
keperawatan. Informasi tersebut memberikan data yang digunakan dalam berbagai
proses berpikir kritis. Penting artinya bahwa dasar pengetahuan ini mencakup
pendekatan yang menguatkan kemampuan perawat untuk ber[ikir secara kritis
tentang masalah keperawatan.
2. Pengalaman
Komponen
kedua dari model berpikir kritis adalah pengalaman dalam keperawatan. Kecuali
perawat mempunyai kesempatan untuk berpraktik di dalam lingkungan klinik dan
membuat keputusan tentang perawat klien, berpikir kritis tidak akan pernah
terbentuk. Ketika perawat harus menghadapi klien, informasi tentang kesehatan
dapat diketahui dari mengamati, merasakan, berbicara dengan klien, dan
merefleksikan secara aktif pada pengalaman.
Pengalaman
perawat dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia
akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah
kesehatan.
Pengalaman
adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya dan stimulus yang
berasal dari beberapa sumber belajar. Menurut Rowntree pada proses belajar ada
lima jenis stimulus atau rangsangan yang berasal dari sumber belajar.
a. Interaksi
manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia baik verbal
maupun nonverbal.
b. Realita
(benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi benda-benda
nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.
c. Pictorial
representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakli suatu objek dan
peristiwa
d. Written
symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam berbagai macam
media.
e. Recorded
sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu mengontrol realitas
mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan terus.
3. Kompetensi
Kompetensi
berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat
penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum
yang meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah, dan pembuatan
keputusan., berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis yang meliputi alasan
mengangkat diagnose dan membuat keputusan untuk perencanaan tindakan
selanjutnya, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan melalui pendekatan
proses keperawatan (pengkajian sampai evaluasi).
4. Sikap
untuk Berpikir Kritis
Paul
(1993) telah meringkaskan sikap-sikap yang merupakan aspek sentral dari pemikir
kritis. Sikap ini adalah nili yang harus ditunjukkan keberhasilannya oleh
pemikir kritis. Individu harus menunjukkan keterampilan kognitif untuk berpikir
secara kritis, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa keterampilan ini
digunakan secara adil dan bertanggung jawab. Berikut ini contoh sikap berpikir
kritis.
1. Tanggung
gugat
Ketika
individu mendekati suatu situasi yang membutuhkan berpikir kritis, adalah tugas
individu tersebut untuk “mudah menjawab” apa pun keputusan yang dibuatnya.
Sebagai perawat professional, perawat harus membuat keputusan dalam berespons
terhadap hak, kebutuhan, dan minat klien. Perawat harus menerima tanggung gugat
untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama pasien.
2. Berpikir
mandiri
Sejalan
dengan seseorang menjadi dewasa dan mendapatkan pengetahuan baru, mereka
belajar mempertimbangkan ide dan konsep dengan rentang yang luas dan kemudian
membuat penilaian mereka sendiri. Untuk berpikir secara mandiri, seorang
menantang cara tradisional dalam berpikir, dan mencari rasional serta jawaban
logis untuk masalah yang ada
3. Mengambil
risiko
Dalam hal
ini perawat perlu dibutuhkan niat dan kemauan mengambil risiko untuk mengenali
keyakinan apa yang salah dan untuk kemudian melakukan tindakan didasarkan pada
keyakinan yang didukung oleh fakta dan dan bukti yang kuat.
4. Kerendahan
hati
Penting
untuk mengetahui keterbatasan diri sendiri. Pemikir kritis menerima bahwa
mereka tidak mengetahui dan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan yang
diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Keselamatan dan kesejahteraan
klien mungkin berisiko jika perawat tidak mampu mengenali ketidakmampuannya
untuk mengatasi masalah praktik.
5. Integritas
Pemikir
kritis mempertanyakan dan menguji pengetahuan dan keyakinan pribadinya seteliti
mereka menguji pengetahuan dan keyakinan orang lain. Integritas pribadi
membangun rasa percaya dari sejawat dan bawahan. Orang yang mempunyai
integritas dengan cepat berkeinginan untuk mengakui dan mengevaluasi segala
ketidakkonsistenan dalam ide dan keyakinannya.
6. Ketekunan
Pemikir
kritis terus bertekad untuk menemukan solusi yang efektif untuk masalah
perawatan klien. Solusi yang cepat adalah hal yang tidak dapat diterima.
Perawat belajar sebanyak mungkin mengenai masalah, mencoba berbagai pendekatan
untuk perawatan, dan terus mencari sumber tambahan sampai pendekatan yang tepat
ditemukan.
7. Kreativitas
Kreativitas
mencakup berpikir original. Hal ini berarti menemukan solusi di luar apa yang
dilakukan secara tradisional. Sering kali klien menghadapi masalah yang
membutuhkan pendekatan unik.
Standar
untuk Berpikir Kritis
1. Stadard
intelektual : jelas, tepat, spesifik, akurat, relevan, konsisten, dapat
dipercaya, logis, mendalam luas, lengkap, bermakna, terbuka
2. Standard
professional
Kriteria etik untuk keputusan keperawatan
Kriteria untuk evaluasi
Tanggung jawab professional
Kriteria untuk evaluasi
Tanggung jawab professional
Tingkat
Proses Berpikir dalam Keperawatan
Model
Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat berpikir
kritis dalam keperawatan : tingkat dasar, kompleks, dan komitmen. Tingkat ini
cenderung sejajar dengan lima tingkat kecakapan diuraikan oleh Benner (1984):
pendatang, pemula lanjut, kompeten, cakap, dan ahli.
Pada
tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempunyai jawaban yang
benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi konkret dan
didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah
awaldalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan ( Kataoka-Yahiko &
Saylor, 1994). Individu mempunyai keterbatasan pengalaman dalam menerapkan
berpikir kritis. Di samping kecenderungan untuk diatur oleh orang lain,
individu belajar menerima perbedaan pendapat dan nilai-nilai di
antarapihak yang berwenang. Dalam kasus perawat baru, berpikir kritis sambil
melakukan prosedur keperawatan masih terbatas. Pendekatan tahap-demi-tahap
digunakan untuk memberikan perawatan dan mungkin tidak dapat diadaptasi untuk
kebutuhan klien yang unik atau yang tidak lazim.
Pada
tingkat berpikir kritis yang kompleks seseorang secara kontinu mengenali
keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah adalah
kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu mencapai
kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti
alternative secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan
keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan
mempunyai manfaat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai mengantisipasi
alternative lebih baik dan menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk
mempertimbangkan penyimpangan protokol atau peraturan standar ketika terjadi
situasi klien yang kompleks.
Tingkat
ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perwat memilih
tindakan atau keyakinan berdasarkan alternative yang diidentifikasi pada
tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan
untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari
alternative lainnya. Maturitas perawat tersermin dalam kerutinan selalu mencari
pilihn yang terbaik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk perawatan
klien.
Rabu, 20 Februari 2013
E-Health
1. Sejarah Perkembangan E-Health
Sejak tahun 1960-an hingga saat ini, banyak istilah yang telah dipakai untuk menggambarkan sistem rekam medis otomatis. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem ini berubah seiring kemajuan teknologi dan karena berkembangnya sistem otomatis dari aplikasi komputer tunggal menjadi kombinasi dari berbagai sistem jaringan yang sama.
Sejak tahun 1960-an hingga saat ini, banyak istilah yang telah dipakai untuk menggambarkan sistem rekam medis otomatis. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem ini berubah seiring kemajuan teknologi dan karena berkembangnya sistem otomatis dari aplikasi komputer tunggal menjadi kombinasi dari berbagai sistem jaringan yang sama.
Pada periode 1970-1980, istilah catatan medis yang terkomputerisasi digunakan untuk menggambarkan upaya otomatisasi catatan medis awal. Upaya otomatisasi awal difokuskan pada pengembangan kesiagaan, catatan administrasi pengobatan, penyedia komunikasi perintah, dan catatan. Sistem otomatis ini terutama digunakan dalam jenis sistem berikut : pendaftaran pasien, keuangan, laboratorium, radiologi, farmasi, keperawatan, dan terapi pernapasan. Selama tahun 1970-an, banyak catatan medis terkomputerisasi dikembangkan dalam aturan universitas untuk penggunaan yang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kesatuan, sehingga sistem ini tidak bisa dengan mudah diimplementasikan di fasilitas lainnya.
Sepanjang tahun 1980, pengembangan sistem otomatis lambat, tapi visi dari sistem catatan elektronik adalah untuk tujuan dari industri perawatan kesehatan. Institute of Medicine (IOM), pada tahun 1991, merilis sebuah laporan berjudul (The Record Pasien Based Record) catatan medis berbasis komputer: “Sebuah Teknologi Penting untuk Kesehatan”. Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengembangkan sistem otomatis yang akan memberikan catatan pasien secara longitudinal. Suatu catatan pasien longitudinal berisi catatan dari episode/peristiwa yang berbeda dari suatu perawatan, penyedia, dan fasilitas yang dihubungkan dengan sebuah bentuk tampilan, waktu ke waktu, dari pertemuan perawatan kesehatan pasien. IOM menyimpulkan bahwa ini dapat dicapai melalui catatan pasien berbasis komputer (CPR). CPR adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan yang lebih luas dari suatu catatan pasien yang telah ada pada 1990-an.
CPR bersifat multidisiplin dan multienterprise, dan memiliki kemampuan untuk menghubungkan informasi pasien di lokasi yang berbeda menurut pengenal pasien yang unik. Meskipun ini adalah keuntungan utama dari sistem CPR, ada juga keuntungan lain dari sistem catatan otomatis ini. CPR juga menyediakan akses untuk masalah kesehatan yang lengkap dan akurat, status, dan data pengobatan; dan berisi peringatan (misalnya, interaksi obat) dan pengingat (misalnya, pemberitahuan pembaruan resep) untuk penyedia layanan kesehatan. Menurut laporan Institute of Medicine tahun 1991, catatan elektronik harus mendukung sebagai berikut:
- Dokter dapat mengakses informasi pasien
- Hasil tes baru dan lama di beberapa perawatan
- Catatan yang terkomputerisasi
- Komputerisasi keputusan sistem pendukung untuk mencegah interaksi obat dan meningkatkan kepatuhan dengan praktik terbaik
- Komunikasi elektronik yang aman antara penyedia dan pasien
- Pasien dapat mengakses catatan, manajemen alat-alat penyakit, dan sumber daya informasi kesehatan
- Komputerisasi pada proses administrasi, seperti sistem penjadwalan
- Standar berbasis penyimpanan data elektronik
- Pelaporan untuk keselamatan pasien dan upaya surveilans penyakit
Edisi kedua dari laporan ini dirilis pada tahun 1997, yang selanjutnya divalidasi untuk pengembangan sistem otomatis rekam medis. Sebagai sistem otomatis dikembangkan sepanjang tahun 1990-an, perintah, transkripsi, dan fungsi pencitraan dokumen digabung dengan fungsi CPR. Pencitraan dokumen dan pencitraan disk optik disediakan alternatif untuk mikrofilm tradisional atau sistem penyimpanan jauh karena catatan pasien dikonversi menjadi gambar elektronik dan disimpan pada server atau disk optik. Pencitraan Optical disk menggunakan teknologi laser untuk membuat gambar. Scanner digunakan untuk menangkap gambar dalam kertas catatan ke media penyimpanan elektronik.
2. E-Health di Indonesia
Indonesia harus
memiliki arsitektur Electronic Health (e-health) nasional yang didukung
oleh road map buatan pemangku kepentingan di industri kesehatan agar
Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) bisa optimal digunakan untuk
kesejahteraan masyarakat.
e-health merupakan suatu bentuk layanan kesehatan secara elektronis yang mempunyai tujuan untuk mendukung kegiatan kesehatan secara umum dan meningkatkan kualitas layanan. Roadmap ini harus menyangkut masalah aristektur teknologi, proses bisnis dan juga tata kelola dengan segala regulasi pendukungnya.
Arsitektur teknologi sebaiknya dikaitkan dengan teknologi yang efisien tapi tetap menjaga keamanan dan privacy pasien. Teknologi Cloud Computing bisa dijadikan sebagai tulang punggungnya. TIK dengan perkembanganya memiliki sifat interaktif bergerak dengan kecepatan tinggi sehingga memungkinkan untuk membantu manusia mengelola kesehatannya. Saat ini masih terjadi disparitas layanan kesehatan di perkotaan dan di daerah. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi akan dapat menekan kondisi tersebut dan juga menghindari membludaknya jumlah pasien ke rumah sakit besar yang mestinya hanya menangani pasien dengan tingkat kesulitan tertentu.
e-health merupakan suatu bentuk layanan kesehatan secara elektronis yang mempunyai tujuan untuk mendukung kegiatan kesehatan secara umum dan meningkatkan kualitas layanan. Roadmap ini harus menyangkut masalah aristektur teknologi, proses bisnis dan juga tata kelola dengan segala regulasi pendukungnya.
Arsitektur teknologi sebaiknya dikaitkan dengan teknologi yang efisien tapi tetap menjaga keamanan dan privacy pasien. Teknologi Cloud Computing bisa dijadikan sebagai tulang punggungnya. TIK dengan perkembanganya memiliki sifat interaktif bergerak dengan kecepatan tinggi sehingga memungkinkan untuk membantu manusia mengelola kesehatannya. Saat ini masih terjadi disparitas layanan kesehatan di perkotaan dan di daerah. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi akan dapat menekan kondisi tersebut dan juga menghindari membludaknya jumlah pasien ke rumah sakit besar yang mestinya hanya menangani pasien dengan tingkat kesulitan tertentu.
Pengembangan e-health perlu didasarkan pada kebutuhan pengguna akan layanan kesehatan, sehingga akan tercipta e-health yang tepat sasaran dan mampu meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. Saat ini ekosistem kesehatan terdiri dari beberapa komponen yaitu, pengguna (pasien dengan berbagai level ekonomi), pemerintah sebagai regulator dan fasiliastor, dokter, rumah sakit, apotik, industri obat dan penyelenggara maupun pendukung kesehatan lainnya. Masing-masing komponen bisa membangun dengan program TIK masing-masing. Namun demikian karena pasien itu berpindah-pindah dan perlu penanganan yang cepat, akurat dan murah, maka diperlukan suatu sistem TIK yang baik.
Saat ini banyak aplikasi telah dikembangkan, baik untuk rumah sakit apotik, puskesmas, dan lain-lainya. Namun demikian apakah masing-masing komponen telah bisa berintegrasi? Integrasi dibutuhkan mulai dari data pasien (rekam medis), tempat praktek dokter, test laboratorium hingga pemberian resep dokter secara elektronik.
3. Telemedicine
Telemedicine didefinisikan sebagai penggunaan telekomunikasi untuk menyediakan informasi medis maupun layanan medis. Aplikasi ini bisa sangat sederhana misalnya dalam bentuk 2 profesional kesehatan berdiskusi tentang suatu kasus melalui telepon atau menggunakan teleconference, atau sangat canggih menggunakan teknologi satelit untuk mengirimkan konsultasi antar provider pada fasilitas yang berbeda negara menggunakan teleconference atau teknologi robotik. Keadaan yang pertama dilakukan setiap hari oleh kebanyakan tenaga kesehatan dan yang terakhir digunakan oleh militer dan beberapa pusat kesehatan.
Tipe-Tipe Teknologi yang Digunakan
Dua jenis teknologi yang berbeda paling banyak digunakan dalam aplikasi telemedicine sekarang ini. Yang pertama dikenal dengan istilah store dan forward digunakan untuk mentransfer image digital dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Sebuah citra digital diambil menggunakan kamera digital (disimpan) dan kemudian di kirim (forward) oleh komputer ke lokasi lainnya. Hal ini biasanya dilakukan untuk kondisi yang tidak darurat, ketika sebuah diagnosis atau konsultasi dibuat dalam kurun waktu 24-48 jam dan dikirim kembali.
Gambar mungkin dikirimkan dalam 1 gedung, antar gedung dalam 1 kota atau dari beberapa lokasi ditempat yang berbeda negara. Teleradiology, pengiriman gambar X-ray, CT scan atau MRI adalah aplikasi yang paling sering digunakan dalam dunia telemedicine saat ini. Ada ratusan pusat kesehatan, klinik dan dokter pribadi yang menggunakan beberapa bentuk teleradiologi. Beberapa radiologis menginstall teknologi komputer di rumah mereka, sehinggga mereka bisa menerima gambar yang dikirim ke mereka dan melakukan diagnosis, daripada harus menempuh perjalanan ke klinik atau rumah sakit tertentu.
Telepathology adalah contoh lain dari penggunaan teknologi telemedicine. Citra pathologi dikirim dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk konsultasi diagnosis. Dermatologi juga cocok untuk pengaplikasian telemedicine (meskipun praktisi lebih banyak mencoba menggunakan teknologi interaktif untuk pengamatan kulit). Citra digital dari kondisi suatu kulit diambil dan dikirim ke dermatologist untuk diagnosis. Teknologi lain yang paling sering digunakan adalah IATV (Inter Active TV) dua arah. Teknologi ini digunakan ketika konsultasi face to face diperlukan. Pasien dan kadang-kadang provider atau seorang perawat atau koordinator telemedicine berada di satu sisi, disisi lain adalah seorang spesialis biasanya di tempat pusat kesehatan yang lebih maju. Peralatan video conference untuk dua sisi memungkinkan konsultasi ”real-time” bisa dilakukan. Teknologi ini telah mengalami banyak penurunan harga dan kompleksitas dalam waktu 5 tahun terakhir, dan banyak program sekarang menggunakan aplikasi teleconference desktop. Ada banyak konfigurasi untuk konsultasi interaktif, tapi yang paling umum adalah konfigurasi antara kota dan desa. Ini berarti pasien tidak harus menempuh perjalanan dari desa ke kota untuk menjumpai seorang spesialis, dan dibeberapa kasus seorang spesialis bisa disediakan untuk daerah-daerah yang jauh tanpa kehadiran secara fisik spesialis tadi di daerah-daerah tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)