Senin, 27 Mei 2013
Senin, 20 Mei 2013
Berpikir Kritis Dalam Keperawatanx
Berpikir Kritis
Pengertian
Berpikir
Sebelum
kita mengetahui apa itu pengertian berpikir kritis ada baiknya kita mengetahui
terlebih dahulu mengenai pengertian berpikir. Berpikir adalah aktivitas yang
sifatnya mencari idea tau gagasan dengan menggunakan berbagai ringkasan yang
masuk akal. Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996), mengatakan berpikir adalah
suatu proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan, berpikir mengunakan
lambang (visual atau gambar), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang
disertai proses pemecahan masalah.
Berpikir
adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan,
menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 ). Berpikir merupakan suatu
proses yang aktif dan terkoordinasi ( Chaffe, 1994 ). Dalam kaitannya dengan
keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal
tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa
yang harus diyakini dan dilakukan ( Katako-Yahiro dan Saylor, 1994). Jadi yang
merupakan pengertian berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara
berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi.
Teknik
Berpikir
Berpikir
memiliki berbagai macam teknik, antara lain; berpikir austik, berpikir
realistic, berpikir kreatif dan berpikir evaluative.
1. Berpikir
Austik
Pada saat
melamun seseorang menghayal dan sering berfantasi memikirkan sesuatu yang
terkadang tidak sesuai dengan keadaan. Setiap orang pernah terlibat dengan cara
ini, namun harus selalu terkendali. Oleh karena itu, berpikir austik sering
diidentikkan dengan melamun. Misalnya, seseorang yang berhayal ingin mempunyai
pesawat terbang.
2. Berpikir
Realistic
Berpikir
realistic dilakukan oleh seseorang saat menyesuaikan diri dengan situasi yang
nyata. Pada berpikir realistic, seseorang melihat situasi nyata yang ada,
kemudian langsung menarik suatu kesimpulan, selanjutnya direalisasikan pada
penaglaman nyata. Hal ini disebut berpikir realistic induktif. Misalnya, pada
kondisi bangun kesiangan saat masuk kuliah pagi, seseorang akan memikirkan
alternative untuk tidak bangun kesiangan. Selanjutnya, jika seseorang berpikir
dengan melihat pengalaman sebelumnya, kemudian menarik suatu kesimpulan dari
situasi yang ada, disebut berpikir realistis deduktif.
3. Berpikir
Kreatif
Berpikir
kreatif dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif
memerlukan stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang dapat memicu seseorang
berkreativitas. Seseorang baru dikatakan berpikir kreatif jika ada perubahan
atau menciptakan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif dilakukan berdasarkan
manfaat atau tujuan yang pasti, menyelesaikan dengan baik suatu masalah, dan
menghasilkan ide yang baru atau menata kembali ide lama dalam bentuk baru.
4. Berpikir
Evaluatif
Pada saat
seseorang berpikir evaluative, berarti ia mempelajari dan menilai baik buruknya
suatu keadaan, tepat tidaknya suatu gagasan , serta perlu tidaknya perubahan
suatu gagasan. Misalnya, ketika seseorang merencanakan membeli jas baru,
keuntungan dan kerugiannya, serta apakahtepat jika membeli jika kondisi tidak
memungkinkan.
Pengertian
Berpikir Kritis
Berfikir
kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian
atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan
pengalaman. ( Pery & Potter,2005). Menurut Bandman dan Bandman (1988),
berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan,
pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Menurut
Strader (1992), bepikir kritis adalah suatu proses pengujian yang
menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan
menginterprestasikannya serta mengevaluasi pandapat-pandapat tersebut untuk
mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif/ pandangan baru.
Berpikir
kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi seorang
profesional. Berpikir kritis akan membantu profesional dalam memenuhi kebutuhan
klien. Berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah-sasaran yang
membantu individu membuat penilaian berdasarkan data bukan perkiraan
(Alfaro-LeFevre 1995). Berpikir kritis berdasarkan pada metode penyelidikan
ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan. Berpikir kritis dan
proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan profesional karena cara
berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
Berpikir
kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran
rasional dan cermat. Menjadi pemikir kritis adalah sebuah denominator umum
untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan
mandiri. Pengetahuan didapat, dikaji dan diatur melalui berpikir. Keterampilan
kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas-tinggi memerlukan disiplin
intelektual, evaluasi-diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan, dan dukungan
(Paul, 1993). Berpikir kritis mentransformasikan cara individu memandang
dirinya sendiri, memahami dunia. dan membuat keputusan (Chafee 1994).
Jadi yang
dimaksud dengan berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih
kemampuan dalam mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang
tepat-tidaknya ataupun layak-tidaknya suatu gagasan yang mencakup penilaian dan
analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang
ada, kemudian merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan.
Bahwa
untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus melakukan
suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful thinking),
bukan “asal” berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan
tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan
proses berpikir yang terjadi secara “otomatis” (misal; dalam menjawab
pertanyaan “siapa namamu?”). Banyak pula situasi yang memaksa seseorang untuk
melakukan kegiatan berpikir yang memang di “rencanakan” ditinjau dari sudut
“apa” (what), “bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika
berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.
Tingkatan
Berpikir Kritis
Kataoka-Yahiro
dan Saylor (1994) mengidentifikasi tiga tingkatan berpikir kritis dalam
keperawatan yaitu tingkat dasar, kompleks dan komitmen.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Ini adalah langkah awal dalam kemampuan perkembangan member alasan (kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Ketika perawat sebagai orang baru yang belum berpengalaman di pelayanan, berpikir kritisnya dalam melakukan asuhan keperawatan sangat terbatas. Oleh karena itu, ia harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai pendapat dari orang lain.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Ini adalah langkah awal dalam kemampuan perkembangan member alasan (kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Ketika perawat sebagai orang baru yang belum berpengalaman di pelayanan, berpikir kritisnya dalam melakukan asuhan keperawatan sangat terbatas. Oleh karena itu, ia harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai pendapat dari orang lain.
Pada
tingkat kompleks, seseorang akan lebih mengakui banyaknya perbedaan pandangan
dan persepsi. Pengalaman dapat membantu seseorang menambah kemampuannya untuk
melepaskan ego atau kekuasaanya untuk menerima pendapat orang lain kemudian
menganalisis dan menguji alternative secara mandiri dan sistematis. Untuk
melihat bagaimana tindakan keperawatan mempunyai keuntungan bagi klien, perawat
dapat mulai mencoba berbagai alternative yang ada dengan membuat rentang yang
lebih luas untuk pencapaiannya. Hal ini membutuhkan lebih dari satu pemecahan
masalah untuk setiap masalah yang ditemukan. Di sini perawat belajar berbagai
pendekatan yang berbeda-beda untuk jenis penyakti yang sama.
Pada
tingkat komitmen, perawat sudah memilih tindakan apa yang akan dilakukan berdasarkan
hasil identifikasi dari berbagai alternative pada tingkat kompleks. Perawat
dapat mengantisipasi kebutuhan kelien untuk membuat pilihan-pilihan kritis
sesudah menganalisis berbagai manfaat dari alternative yang ada. Kematangan
seorang perawat akan tampak dalam memberikan pelayanan dengan baik, lebih
inovatif dan lebih tepat guna bagi perawatan klien.
Model
Berpikir Kritis
Kataoka
-Yahiro dan Saylor telah mengembangkan suatu model tentang berpikir kritis
untuk penilaian keperawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari perpikir
kritis sebagai penilaian keperawatan yang relevan atau sesuai dengan
masalah-masalah keperawatan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang
untuk peniaian keperawatan ditingkat pelayanan, pengelolaan dan pendidikan. Ketika
seorang perawat berada di pelayanan, model ini mengemukakan lima komponen
berpikir kritis yang mengarahkan perawat untuk membuat rencana tindakan agar
asuahan keperawatan aman dan efektif.
1. Dasar
Pengetahuan Khusus
Komponen
pertama berpikir kritis adalah dasar pengetahuan khusus perawat dalam
keperawatan. Dasar pengetahuan ini beragam sesuai dengan program pendidikan
dasar keperawatan dari jenjang mana perawat diluluskan, pendidikan
berkelanjutan tambahan, dan setiap gelar tingkat lanjut yang didapatkan
perawat.
Dasar
pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan alam,
humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan masalah
keperawatan. Informasi tersebut memberikan data yang digunakan dalam berbagai
proses berpikir kritis. Penting artinya bahwa dasar pengetahuan ini mencakup
pendekatan yang menguatkan kemampuan perawat untuk ber[ikir secara kritis
tentang masalah keperawatan.
2. Pengalaman
Komponen
kedua dari model berpikir kritis adalah pengalaman dalam keperawatan. Kecuali
perawat mempunyai kesempatan untuk berpraktik di dalam lingkungan klinik dan
membuat keputusan tentang perawat klien, berpikir kritis tidak akan pernah
terbentuk. Ketika perawat harus menghadapi klien, informasi tentang kesehatan
dapat diketahui dari mengamati, merasakan, berbicara dengan klien, dan
merefleksikan secara aktif pada pengalaman.
Pengalaman
perawat dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia
akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah
kesehatan.
Pengalaman
adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya dan stimulus yang
berasal dari beberapa sumber belajar. Menurut Rowntree pada proses belajar ada
lima jenis stimulus atau rangsangan yang berasal dari sumber belajar.
a. Interaksi
manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia baik verbal
maupun nonverbal.
b. Realita
(benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi benda-benda
nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.
c. Pictorial
representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakli suatu objek dan
peristiwa
d. Written
symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam berbagai macam
media.
e. Recorded
sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu mengontrol realitas
mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan terus.
3. Kompetensi
Kompetensi
berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat
penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum
yang meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah, dan pembuatan
keputusan., berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis yang meliputi alasan
mengangkat diagnose dan membuat keputusan untuk perencanaan tindakan
selanjutnya, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan melalui pendekatan
proses keperawatan (pengkajian sampai evaluasi).
4. Sikap
untuk Berpikir Kritis
Paul
(1993) telah meringkaskan sikap-sikap yang merupakan aspek sentral dari pemikir
kritis. Sikap ini adalah nili yang harus ditunjukkan keberhasilannya oleh
pemikir kritis. Individu harus menunjukkan keterampilan kognitif untuk berpikir
secara kritis, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa keterampilan ini
digunakan secara adil dan bertanggung jawab. Berikut ini contoh sikap berpikir
kritis.
1. Tanggung
gugat
Ketika
individu mendekati suatu situasi yang membutuhkan berpikir kritis, adalah tugas
individu tersebut untuk “mudah menjawab” apa pun keputusan yang dibuatnya.
Sebagai perawat professional, perawat harus membuat keputusan dalam berespons
terhadap hak, kebutuhan, dan minat klien. Perawat harus menerima tanggung gugat
untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama pasien.
2. Berpikir
mandiri
Sejalan
dengan seseorang menjadi dewasa dan mendapatkan pengetahuan baru, mereka
belajar mempertimbangkan ide dan konsep dengan rentang yang luas dan kemudian
membuat penilaian mereka sendiri. Untuk berpikir secara mandiri, seorang
menantang cara tradisional dalam berpikir, dan mencari rasional serta jawaban
logis untuk masalah yang ada
3. Mengambil
risiko
Dalam hal
ini perawat perlu dibutuhkan niat dan kemauan mengambil risiko untuk mengenali
keyakinan apa yang salah dan untuk kemudian melakukan tindakan didasarkan pada
keyakinan yang didukung oleh fakta dan dan bukti yang kuat.
4. Kerendahan
hati
Penting
untuk mengetahui keterbatasan diri sendiri. Pemikir kritis menerima bahwa
mereka tidak mengetahui dan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan yang
diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Keselamatan dan kesejahteraan
klien mungkin berisiko jika perawat tidak mampu mengenali ketidakmampuannya
untuk mengatasi masalah praktik.
5. Integritas
Pemikir
kritis mempertanyakan dan menguji pengetahuan dan keyakinan pribadinya seteliti
mereka menguji pengetahuan dan keyakinan orang lain. Integritas pribadi
membangun rasa percaya dari sejawat dan bawahan. Orang yang mempunyai
integritas dengan cepat berkeinginan untuk mengakui dan mengevaluasi segala
ketidakkonsistenan dalam ide dan keyakinannya.
6. Ketekunan
Pemikir
kritis terus bertekad untuk menemukan solusi yang efektif untuk masalah
perawatan klien. Solusi yang cepat adalah hal yang tidak dapat diterima.
Perawat belajar sebanyak mungkin mengenai masalah, mencoba berbagai pendekatan
untuk perawatan, dan terus mencari sumber tambahan sampai pendekatan yang tepat
ditemukan.
7. Kreativitas
Kreativitas
mencakup berpikir original. Hal ini berarti menemukan solusi di luar apa yang
dilakukan secara tradisional. Sering kali klien menghadapi masalah yang
membutuhkan pendekatan unik.
Standar
untuk Berpikir Kritis
1. Stadard
intelektual : jelas, tepat, spesifik, akurat, relevan, konsisten, dapat
dipercaya, logis, mendalam luas, lengkap, bermakna, terbuka
2. Standard
professional
Kriteria etik untuk keputusan keperawatan
Kriteria untuk evaluasi
Tanggung jawab professional
Kriteria untuk evaluasi
Tanggung jawab professional
Tingkat
Proses Berpikir dalam Keperawatan
Model
Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat berpikir
kritis dalam keperawatan : tingkat dasar, kompleks, dan komitmen. Tingkat ini
cenderung sejajar dengan lima tingkat kecakapan diuraikan oleh Benner (1984):
pendatang, pemula lanjut, kompeten, cakap, dan ahli.
Pada
tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempunyai jawaban yang
benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi konkret dan
didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah
awaldalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan ( Kataoka-Yahiko &
Saylor, 1994). Individu mempunyai keterbatasan pengalaman dalam menerapkan
berpikir kritis. Di samping kecenderungan untuk diatur oleh orang lain,
individu belajar menerima perbedaan pendapat dan nilai-nilai di
antarapihak yang berwenang. Dalam kasus perawat baru, berpikir kritis sambil
melakukan prosedur keperawatan masih terbatas. Pendekatan tahap-demi-tahap
digunakan untuk memberikan perawatan dan mungkin tidak dapat diadaptasi untuk
kebutuhan klien yang unik atau yang tidak lazim.
Pada
tingkat berpikir kritis yang kompleks seseorang secara kontinu mengenali
keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah adalah
kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu mencapai
kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti
alternative secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan
keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan
mempunyai manfaat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai mengantisipasi
alternative lebih baik dan menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk
mempertimbangkan penyimpangan protokol atau peraturan standar ketika terjadi
situasi klien yang kompleks.
Tingkat
ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perwat memilih
tindakan atau keyakinan berdasarkan alternative yang diidentifikasi pada
tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan
untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari
alternative lainnya. Maturitas perawat tersermin dalam kerutinan selalu mencari
pilihn yang terbaik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk perawatan
klien.
Langganan:
Postingan (Atom)